Rabu, Juni 24, 2009

Berdemokrasi, Berkolaborasi Meruntuhkan Islam

Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin

Sistem Kepartaian lahir sebagai konsekuensi logis dari demokratisasi yang bergulir. Demokrasi adalah sebuah paham yang lahir dari pemikiran filsafat Yunani. Dengan tiga pilar inti: liberty (kebebasan), fraternity (persaudaraan), dan equality (persamaan), paham demokrasi dijajakan secara paksa ke negeri-negeri kaum muslimin.

Negara yang paling getol memompakan paham ini adalah Amerika Serikat (AS). Melalui beragam cara, negeri Paman Sam ini terus melakukan neo-kolonialisme (penjajahan gaya baru) dengan meracuni negeri-negeri kaum muslimin dengan paham Yunani satu ini. Meski senyatanya, di negeri AS sendiri, paham demokrasi ini tidak begitu keras nilai jualnya. Terbukti, setiap kali diadakan pemilihan umum, hanya kalangan tertentu saja yang berpartisipasi dalam pemilu. Banyak warga AS yang tidak memedulikan pesta demokrasi di sana. Banyak warga negaranya yang golput. Sebuah ironi yang sangat kontras dari sebuah negara kolonialis AS yang mempropagandakan demokratisme, namun di negaranya sendiri tak diminati warganya. Rakyat AS yang menggunakan hak pilih dalam enam pemilu terakhir, ternyata tak mencapai jumlah 60%. Tahun 1988 hanya 50,1%, 1992: 55,1%, 1996: 49,1%, 2000: 51,3%, 2004: 55,3%, dan tahun 2008: 56,8%. Dari angka-angka yang dikeluarkan Federal Election Commision (semacam lembaga Komisi Pemilihan Umum [KPU] di Indonesia), nyata bahwa nyaris separuh penduduk AS yang punya hak pilih tidak menggunakan hak pilihnya alias golput.
Vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara tuhan. Dengan jargon ini, sistem demokrasi mengeksplorasi rakyat untuk terlibat aktif. Kemenangan peserta pemilu ditentukan dari perolehan suara terbanyak. Tak memedulikan apakah peserta pemilu yang menang tersebut memiliki kualitas yang handal atau tidak untuk mengurusi negara. Tak peduli pula, apakah yang dipilih tersebut bisa dipertanggungjawabkan moralitasnya atau tidak. Selama pemenang pemilu tersebut meraup suara yang mumpuni, maka berhak untuk mengelola negara. Rakyatlah yang menentukan seseorang mendapatkan kursi atau tidak. Padahal, dari berbagai strata (lapisan) masyarakat, tak seluruhnya (bahkan sebagian besar) tidak memahami benar kualitas dan moralitas calon yang dipilihnya. Karenanya, tak mengherankan bila kemudian terjadi politik ?bagi-bagi uang? guna memenangkan calon peserta pemilu. Rakyat didekati, agar mau memberikan suaranya untuk sang calon. Janji-janji disebar, guna memikat rakyat. Sebuah fenomena menebar ambisi mereguk jabatan. Padahal Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam, pernah menasihati Abdurrahman bin Samurah radhiyallahu ?anhu untuk tidak meminta-minta kedudukan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari (no. 7146) dan Al-Imam Muslim (no. 1652), Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ، لاَ تَسْأَلِ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا

Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kepemimpinan. Karena sungguh, jika engkau diberi kedudukan tanpa memintanya, niscaya engkau akan ditolong (Allah Subhanahu wa Ta?ala) atas kedudukan (yang ada padamu). Sedangkan jika kedudukan tersebut diperoleh dari hasil meminta, engkau bakal dibebani kedudukan tersebut (tidak ditolong Allah Subhanahu wa Ta'ala).

Sistem demokrasi telah membuka peluang antar elit politik dan antar konstituen (pendukung) partai saling berbenturan. Masing-masing memiliki kepentingan dan fanatisme kepartaian yang membabi buta. Karena itu, seringkali wahana pesta demokrasi diwarnai aksi-aksi brutal vandalis (merusak), penganiayaan fisik, dan pembunuhan rival politik. Konflik di tingkat elit diikuti pula dengan konflik di di level bawah. Sebut saja kasus kegagalan Megawati terpilih menjadi presiden, telah menimbulkan aksi kekerasan di tingkat lokal. Pembakaran Gedung Walikota Surakarta merupakan imbas pertarungan elit politik di ibukota negara. Demikian pula yang terjadi di Surabaya, Pasuruan, atau wilayah tapal kuda Jawa Timur. Pembakaran kantor Golkar, aksi penebangan pohon, dan perusakan sarana milik masyarakat merupakan dampak pertikaian antar elit politik di level atas. Para elit politik berebut kedudukan, mengumbar ambisi untuk meraih posisi utama kekuasaan. Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ?anhu, Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam telah memperingatkan tentang ambisi liar untuk merebut kekuasaan. Kata beliau Shallallahu alaihi wa sallam:

إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Sungguh kalian akan berambisi untuk meraih kepemimpinan dan kelak kalian akan menyesal di hari kiamat. (HR. Al-Bukhari no. 7148)

Kehidupan berpartai telah mencabik-cabik ukhuwah Islamiyah. Padahal ukhuwah (persaudaraan) sesama muslimin merupakan nikmat dari Allah Subhanahu wa Ta?ala. Firman-Nya:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

'Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali Imran: 103)

Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada kelompok-kelompok yang saling bertikai dan berperang di kalangan kaum muslimin untuk melakukan langkah-langkah perdamaian. Hingga ukhuwah di antara mereka yang baku tikai bisa terajut kembali. Allah Subhanahu wa Ta?ala memerintahkan bertakwa agar memperoleh rahmat. Firman-Nya:

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ الهَْ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ. إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta?ala), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (Al-Hujurat: 9-10)

Allah Subhanahu wa Ta?ala akan mencurahkan rahmat kepada orang-orang beriman manakala mereka menjaga ukhuwah, saling menolong dalam kemaslahatan. Inilah yang Allah Subhanahu wa Ta?ala perintahkan kepada orang-orang beriman agar tetap menjaga ukhuwah. Firman-Nya:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma?ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (At-Taubah: 71)

Lantas, apa yang mereka peroleh setelah sistem yang dijejalkan orang-orang kafir ini ditelan mentah-mentah oleh sebagian kaum muslimin? Tak lain kecuali merobek jalinan persaudaraan sesama muslim. Hubungan keluarga menjadi tidak harmonis lantaran satu anggota keluarga dengan anggota keluarga yang lainnya berbeda atribut partai. Hubungan tetangga menjadi tidak nyaman lantaran satu dengan yang lain berbeda partai. Begitulah buah yang bisa dipetik dari sebuah sistem bernama demokrasi.

Bagi sebagian masyarakat yang benar-benar mencermati proses demokratisasi di negeri ini, sebagian dari mereka cenderung untuk tidak terlibat sebagai partisipan alias golput. Sikap apatis, acuh tak acuh terhadap pelaksanaan pemilu lebih disebabkan melihat hasil proses demokratisasi itu sendiri. Yang senyatanya, jika berbicara jujur, bahwa demokratisasi tidaklah akan memberi kebaikan kepada masyarakat. Rakyat hanya dijadikan kuda tunggangan agar elit politik bisa merebut kursi, setelah itu rakyat dilupakan dan mereka sibuk membesarkan partai serta keadaan dirinya. Demokrasi telah turut andil menanamkan sikap sinis rakyat terhadap elit politik mereka. Maka, persepsi bahwa politik itu kotor, menyeruak kembali di benak masyarakat. Berpolitik tidak lebih dari sekadar perebutan kekuasaan dengan memperalat rakyat.

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-Imam, salah seorang ulama Yaman, mengungkapkan bahwa pemilu termasuk aktivitas menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta?ala. Perbuatan tersebut dikategorikan dalam syirku ath-tha?ah (syirik ketaatan). Ini dilihat dari sisi bahwa pemilu merupakan bagian dari sistem aturan (an-nizham) demokrasi. Sedangkan demokrasi adalah sebuah sistem aturan yang berasal dari musuh-musuh Islam agar kaum muslimin berpaling dari keyakinan agamanya. Barangsiapa ridha dengan sistem aturan tersebut, turut menyebarluaskannya dan meyakini kebenarannya, maka sungguh dia telah menaati musuh-musuh Islam dalam upaya menyelisihi perintah Allah Subhanahu wa Ta?ala. Ini benar-benar kesyirikan dalam ketaatan. Allah Subhanahu wa Ta?ala berfirman:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ. تَرَى الظَّالِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا كَسَبُوا وَهُوَ وَاقِعٌ بِهِمْ

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. Kamu lihat orang-orang yang zalim sangat ketakutan karena kejahatan-kejahatan yang telah mereka kerjakan, sedangkan siksaan menimpa mereka. (Asy-Syura: 21-22)

Allah Subhanahu wa Ta?ala berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ

Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi): ?Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan. (Muhammad: 26)

Firman-Nya pula:

وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

Dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (Al-An?am: 121) [Tanwiru Azh-Zhulumati bi Kasyfi Mafasidi wa Syubuhati Al-Intikhabat, hal. 39]

Sungguh naif sekali bila ada yang berpandangan bahwa sistem demokrasi bisa menjadi wasilah (sarana) bagi tegaknya syariat Islam. Bagaimana mungkin seseorang menegakkan syariat Islam, sementara jalan yang ia tempuh untuk menegakkan syariat Islam itu sendiri bertentangan dengan syariat. Justru saat dirinya menempuh jalan tersebut (demokrasi) senyatanya dia tengah meruntuhkan nilai-nilai syariat Islam. Sadar atau tidak, dirinya tengah berkolaborasi (bekerja sama) dengan musuh-musuh Islam. Karena tujuan hendak meraup suara sebanyak-banyaknya dalam pemilu, banyak aktivis partai yang terjatuh pada kesyirikan dan kemungkaran.

Pernyataan Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta, yang menganggap angka delapan sebagai angka hoki (keberuntungan), telah memicu pro-kontra di kalangan anggota partai. Di Semarang, PKS menggelar aksi pada tanggal 8 bulan 8 (Agustus) tahun 08 (2008), sehingga muncul angka ?keramat? 8-8-8. Tak sampai di situ, di Bundaran Air Mancur, Semarang dihadirkan 8 orang Srikandi PKS yang melepas 8 merpati sebagai simbol bahwa PKS merupakan partai cinta damai dan memperjuangkan kesejahteraan. Disertai pula acara melepas 88 balon bertulis angka 8. Di Aceh digelar acara ?beulukat kuneng 8? yang dilakukan pada tanggal 8 bulan 8 yang lalu. Allahul Musta'an.

Ironis memang. Partai yang katanya berplatform (berlandaskan) Islam ini, justru mengaitkan pertambahan perolehan suara dengan nomor partai. Tahun 1999, semasa bernama Partai Keadilan (PK) bernomor 24, setelah bernomor 16 (2004), PKS meraih suara lebih banyak. Kini dengan nomor urut 8 bakal bisa lebih banyak lagi. Perubahan 24, 16, 8 juga merupakan selisih 8.
Dalam terminologi agama, ada istilah yang disebut tathayyur yaitu (anggapan) kesialan. Menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Imam, bahwa kesesatan orang-orang seperti ini telah sampai pada taraf yang membahayakan. Sebagian orang menentukan kesialan lantaran waktu, hari-hari, bulan-bulan, atau tahun-tahun. Sebagian lagi menentukannya dengan angka-angka, seperti angka 13. Ada lagi yang menentukan nasib sial dengan burung. Ketahuilah bahwa tathayyur (menentukan sial tidaknya sesuatu) termasuk macam kesyirikan (perbuatan menyekutukan) Allah Subhanahu wa Ta?ala. (Irsyadun Nazhir ila Ma?rifati ?Alamatis Sahir, hal. 85)

Allah Subhanahu wa Ta?ala berfirman:

أَلاَ إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ

Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-A?raf: 131)

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu secara marfu':

الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ

'Thiyarah adalah syirik. Thiyarah adalah syirik. Thiyarah adalah syirik. Dan tiadalah salah seorang dari kita kecuali (sungguh telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari itu), akan tetapi Allah telah menghilangkannya dengan tawakkal (kepada-Nya). (HR. Abu Dawud no. 3910. Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menshahihkannya)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t menyatakan bahwa tathayyur menafikan tauhid karena menghilangkan sikap tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta?ala, menyandarkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta?ala. Tathayyur menjadikan seseorang menggantungkan urusan pada sesuatu yang bukan hakikatnya, tapi pada waham (keyakinan yang keliru) dan khayal. (Al-Qaulul Mufid 'ala Kitabit Tauhid, 1/559)
Sedangkan Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah mengungkapkan bahwa tathayyur merupakan adat jahiliah. Allah Subhanahu wa Ta?ala menyebutkan (terkait tathayyur ini) tentang umat-umat yang kafir dari kalangan kaum Fir?aun, Tsamud, dan ashabu Yasin (penduduk sebuah kampung seperti disebutkan dalam surat yasin ayat 13-16). (I'anatul Mustafid bi Syarhi Kitab At-Tauhid, 2/3)
Maka, siapapun dia dan dari golongan manapun, ketika dakwah tauhid diremehkan niscaya akan menyeret ke lumpur kesyirikan. Mereka yang menjadikan politik sebagai panglima, sedangkan dakwah tauhid dilalaikan, kelak akan menjadikan mereka, terjerembab jatuh menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Demokrasi adalah sebuah sistem. Ketika seseorang masuk dalam sistem, maka pola perilakunya akan menyesuaikan dengan perilaku yang berlaku dalam sistem tersebut. Sungguh, tidak mengherankan bila perilaku, cara pandang dan pemikiran politisi di negeri ini berkiblat kepada nilai-nilai yang menjunjung demokratisasi.
Dalam ranah agama, cara berpikir demokratis bisa melahirkan sikap beragama yang pluralis liberalis. Seseorang akan didorong untuk bersikap toleran dan membenarkan ajaran-ajaran yang mengusung kekufuran kepada Allah Subhanahu wa Ta?ala. Ujung dari semua ini, bahwa semua agama itu benar. Maka, janganlah menganggap diri paling benar dalam mengamalkan agama. Contoh kasus Ahmadiyah dan ajaran sesat lainnya. Meski sebagian pemimpin mereka telah dijatuhi sanksi hukum, akan tetapi delik yang diajukan kepada mereka bukan karena kesesatan ajaran agama mereka. Ini menunjukkan bahwa hukum yang ada di negeri ini memberi ruang legalitas bagi ide-ide pemahaman beragama yang liberal pada mereka. Tentunya didasari pemikiran bahwa negeri ini adalah negeri yang demokratis hingga semua pemahaman agama boleh hidup. Itulah muara akhir dari sistem demokrasi ?yang salah satu sendinya adalah liberty (kebebasan)? yang tengah dijejalkan ke negeri-negeri kaum muslimin. Padahal Allah Subhanahu wa Ta?ala telah berfirman:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِ
سْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Ali ?Imran: 85)

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ الْإِسْلاَمُ

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.(Ali ?Imran: 19) Maka ambillah pelajaran, wahai orang-orang yang berakal.
Wallahu a'lam.

Minggu, Juni 07, 2009

10 Bunga Hidup Bahagia

  • Bangun di saat menjelang fajar untuk beristighfar
  • Menyendiri untuk bertafakkur
  • Menjalin hubungan dengan orang-orang yang shalih
  • Berdzikir
  • Melakukan shalat dua rakaat dengan khusyu’
  • Membaca Al-Qur’an dengan tadabbur
  • Berpuasa pada hari yang sangat panas
  • Melakukan sedekah secara sembunyi-sembunyi
  • Meringankan beban seorang muslim
  • Berlaku zuhud terhadap sesuatu yang sifatnya fana

Sabtu, Juni 06, 2009

Tawasul

Do’a adalah seutama-utamanya pendekatan diri yang menghubungkan seorang hamba dengan penciptanya. Telah shahih hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda

“Doa adalah ibadah” (HR. Abu Dawud, disahihkan oleh Al Albany dalam Shahih Sunnan Abu Dawud)

hal ini disebabkan karena pada diri orang yang berdoa terkumpul sifat kehinaan, ketundukan dan kebergantungan kepada Dzat yang di Tangan-Nya lah perbendaharaan segala sesuatu. Dengan do’a yang kedudukannya seperti ini, Allah Azza Wajalla memerintahkan hamba-Nya untuk berdoa di setiap keadaan. Allah ta’ala berfirman

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (Al A’raf:55).

Kemudian Allah menjelaskan kepada mereka bahwa di antara sarana-sarana diharapkan doa tersebut diterima adalah berdo’a dengan nama-nama dan sifat Allah, sebagaimana Allah katakan:

“Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Al A’raf : 180)

Maka disyariatkan bagi orang yang berdo’a untuk memulai do’anya dengan bertawasul (menjadikan perantara) dengan menyebut nama Allah dan sifat-Nya yang berkaitan dengan doa tersebut. Apabila seorang muslim menginginkan kasih sayang dan ampunan Allah maka dia berdoa kepada Allah dengan nama-Nya yaitu Ar Rahman dan Ar Rahim, Al Ghafur, Al Karim. Apabila dia menginginkan rizki, maka dia berdoa kepada Rabbnya dengan nama Ar Razzaq (Maha Pemberi Rizki), Al Mu’thi (Maha Pemberi), Al Jawwad (Maha Penderma), demikianlah seorang yang berdoa hendaklah dia berdoa dengan perantaraan nama-nama yang sesuai dengan hal yang dia inginkan, karena hal ini menjadi sebab diterimanya doa.

Tawasul Yang Disyariatkan (Sunnah)

Tawasul dalam berdoa ada beberapa macam, di antaranya ada tawasul yang disyariatkan, ada pula tawasul yang terlarang. Di antara tawasul yang yang disyariatkan adalah tawasul dengan amalan shaleh yang telah dilakukan oleh seorang hamba. Allah ta’ala berfirman:

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu”, maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti” (Ali Imran :193).

Maka perhatikanlah bagaimana mereka bertawasul dengan keimanan terhadap Rabbnya Jalla Wa’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisahkan kepada kita kisah tiga orang yang sedang berjalan, kemudian turunlah hujan lebat, sehingga mereka mencari tempat perlindungan di sebuah gua di bukit yang mereka daki, namun mereka terperangkap di depan pintu gua yang sangat kokoh sehingga mereka tidak bisa keluar darinya, merekapun berusaha untuk menyingkirkan batu tersebut akan tetapi mereka tidak mampu, akhirnya merekapun sepakat untuk berdoa kepada Allah Azza Wajalla dengan sebaik-baiknya amalan shaleh yang telah mereka kerjakan. Maka salah seorang diantara mereka bertawasul dengan perbuatan baktinya kepada orang tuanya, yang lain bertawasul dengan baiknya pengawasan dan penggunaan harta majikannya, dan yang lain dengan meninggalkan zina setelah zina itu memungkinkan baginya. Ketika salah seorang dari mereka berdoa maka tersingkirkanlah sedikit dari batu karang itu, akan tetapi mereka tetap tidak bisa keluar darinya, sampai lengkaplah ketiganya berdo’a yang akhirnya tersingkirlah batu karang tersebut dari depan pintu sehingga mereka bisa keluar darinya dengan leluasa. Maka disyariatkan bagi seorang muslim jika dia hendak berdo’a kepada Allah Azza Wajalla untuk bertawasul dengan amalan shaleh yang dia harapkan amalan itu ikhlas untuk Allah.

Di antara tawasul yang disyariatkan adalah memohon doa dari orang-orang shaleh yang masih hidup, hal ini karena seorang hamba berbeda-beda dalam kebaikannya, kedekatannya dan kedudukannya di sisi Allah. Oleh karena itu para sahabat begitu bersemangat meminta do’a kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan harapan diterima dan dikabulkan do’anya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata:

“Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Masuk ke dalam sorga dari umatku sekelompok orang yaitu 70 ribu orang, wajah-wajah mereka bercahaya layaknya bulan purnama”, berdirilah Ukasyah bin Mihshon berkata “Do’akanlah aku wahai Rasulullah agar aku termasuk di antara mereka”, beliau bersabda “Ya Allah jadikanlah dia diantara mereka”(HR.Bukhari dan Muslim).

Di antara tawasul yang disyariatkan adalah menyebutkan kelemahan dan sangat butuhnya orang yang berdoa kepada Allah. Seperti mengatakan “Ya Allah sesungguhnya aku sangat butuh kepada-Mu, aku adalah tawanan-Mu, sanagat mengharapkan ampunan-Mu, pengharapanku dari-Mu terhadap rahmat dari sisi-Mu”. Adapun dalil bahwa contoh semacam ini adalah termasuk tawasul yang disyariatkan adalah doa Dzakaria ‘alaihi salam

“Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap waliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra” (Maryam:4-5)

Dan di antaranya juga perkataan Musa ‘alaihi salam “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”. (Al Qashash:24)

Maka ini adalah sebagian dari macam-macam tawasul yang disyariatkan yang semestinya seorang muslim untuk bersemangat kepadanya, dan membuka do’a dengannya sebagai wujud permintaan kepada Allah untuk ditunaikan hajatnya.

Tawasul Bid’ah dan Syirik

Kemudian ada beberapa macam tawasul yang dilakukan oleh sebagian manusia, di antaranya ada yang mencapai batas bid’ah, dan syirik dengan anggapan bahwa yang mereka perbuat adalah perbuatan taqarub (pendekatan diri) kepada Allah. Sesungguhnya mereka tidak mengerti bahwa perbuatan taqarub kepada-Nya hanyalah dengan sesuatu yang disyari’atkan bukan dengan hawa nafsu dan kebid’ahan.

Di antara macam tawasul yang bid’ah adalah meminta do’a dari orang yang telah mati,seperti datang kepada mayit yang dikubur padahal dia sendiri tidak dapat mendatangkan manfaat ataupun madharat terhdap dirinya sendiri, kemudian orang tersebut minta darinya agar dia mendo’akan kepada Allah baginya dalam suatu perkara seperti kesembuhan dari sakitnya. Dalil tentang bid’ahnya tawasul ini adalah tertolaknya dalil yang membolehkannya, padahal ibadah hanyalah diperbuat dengan ittiba’ (mengikuti dalil) bukan dengan ibtida’ (membuat bid’ah).

Hal lain yang menunjukan bid’ahnya tawasul ini adalah para shahabat yang mereka itu sangat banyak ilmunya dan paling keras dalam mengambil contoh terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka sedikitpun tidak pernah mengamalkan amalan ini. Kalau seandainya amalan ini baik niscaya mereka lebih dulu dalam mengamalkannya, sampai Umar radhiyallahu anhu ketika terjadi masa kekeringan di Madinah, beliau mendatangi Abbas paman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar dia mendo’akan kepada Allah agar mendurunkan hujan, tidaklah Umar meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di kuburannya karena Umar tahu tentang terlaranagnya hal tersebut.

Adapun yang termasuk tawasul yang diada-adakan manusia dan ini termasuk katagori syirik adalah meminta kepada orang mati untuk dihilangkannya kesempitan dan dipenuhi segala kebutuhannya. Siapa saja mayit itu baik seorang yang shaleh, nabi ataupun para rasul. Hal ini karena doa adalah ibadah dan ibadah itu tidak boleh diperuntukkan kecuali untuk Allah ta’ala. Maka berdoa kepada selain Allah adalah syirik!! dan menghinakan.

Allah berfirman “Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina’” (Ghafir:60).

Kemudian Allah pun memerintahkan agar do’a itu hanya bagi-Nya dan mengkaitkan jawaban atas doa itu dengan keikhlasan kepada-Nya

“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.”

dan juga firman-Nya:

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang lalim”.(Yunus 106)

Maka ini adalah macam-macam tawasul dalam do’a dan hukum-hukumnya, semestinya bagi setiap muslim untuk lebih bersemangat terhadap perkara yang disyariatkan, dan bersungguh-sungguh dalam berdo’a kepada Allah dalam segala keadaan, sampai Allah tahu jujurnya kefaqiran dia terhadap-Nya sehingga Allah mengabulkan do’anya dan menolongnya. Dan bagi setiap muslim juga wajib untuk menjauhkan diri dari tawasul yang bid’ah, dan supaya menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari tawasul yang syirik, kalau hal itu sangat berbahaya terhadap agama dan aqidah seorang muslim. Kami minta kepada Allah agar menjadikan kita termasuk orang yang mendengar ucapan ini kemdian mengikuti yang terbaik darinya. Sesungguhnya segala puji hanya untuk Allah.