Senin, Juni 06, 2011

Dahsyatnya Tahajjud

Oleh Ustadz Abu Adib

Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala semata. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita yang mulia Muhammad , keluarganya dan para shahabat, serta orang orang yang mengikuti mereka dengan baik. Para pembaca yang mulia, pada edisi kali ini kami akan ketengahkan risalah ringkas yang mengupas qiyamul lail dan tahajjud.

Kami akan jelaskan di dalamnya tentang pengertian tahajjud, keutamaan qiyamul lail, waktu yang paling utama untuk mengerjakannya, dan lain lain dari faktor-faktor yang dapat membantu pelaksanaanya.

Pengertian tahajjud.

Ibnu Manzhur di dalam kitab lisanul ‘arob memaparkan, dikatakan هَجَدَ الرَّجُلُ “hajada ar rojulu”, yang artinya jika seseorang tidur di waktu malam. Adapun kata مُتَهَجِّدٌ “mutahajjid” adalah orang yang bangun dari tidur untuk mengerjakan sholat. Ringkasnya, pengertian shalat tahajjud adalah shalat sunnah yang dilakukan seseorang setelah ia bangun dari tidurnya di malam hari meskipun tidurnya hanya sebentar.

Adapun hukum dari shalat tahajjud ini adalah sunnah muakaddah. Allah Ta’ala berfirman tentang sifat-sifat hamba-Nya yang beriman, “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka” (QS. Al-Furqan: 64).

Allah Ta’ala juga menyatakan, “Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah Ta’ala”. (QS. adz-dzariyaat 17-18).

Pembaca yang budiman, perlu kita tandaskan dalam benak kita firman Allah Ta’ala tentang “Orang-orang yang sempurna keimanannya” berikut ini, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya sedangkan mereka berdo’a kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap dan mereka menafkahkan sebagian rezqi yang kami berikan kepada mereka tak seorangpun mangetahui apa yang di sembunyikan untuk mereka (dari bermacam macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan” (QS. As-Sajdah: 16-17)

Allah Ta’ala juga berfirman, “(Apakah kamu wahai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya (hanya) orang yang berakal (saja) yang dapat menerima pelajaran” (QS. Az-Zumar: 9).

Karena begitu agungnya sholat tahajjud ini, sehingga Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya, “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan”. (QS. Al-Muzammil: 1-4). Allah Ta’ala juga menyatakan, “Dan pada sebahagian malam hari bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (QS. Al-Israa’: 79)

Allah Ta’ala juga berfirman, “Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sujud”. (QS. Qaaf: 40)

Begitu pula Rasulullah sangat menganjurkan untuk mengerjakan ibadah itu. Beliau bersabda, “Puasa yang paling utama setelah puasa ramadhan adalah puasa di bulan muharram, dan sholat yang paling utama setelah sholat wajib adalah sholat malam”. (HR. Muslim dalam Kitab Ash-Shiyam, Bab Keutamaan Puasa Bulan Ramadhan).

Keutamaan shalat malam sangat besar karena hal-hal berikut

1. Besarnya perhatian Nabi untuk shalat malam hingga kaki beliau pecah-pecah. Seperti apa yang telah di tuturkan istri beliau ‘Aisyah -radiyallahu’anha- beliau berkata bahwa Nabi biasa mengerjakan sholat hingga kaki beliau pecah-pecah. ‘Aisyah -radiyallahu’anha- berkata,

“Kenapa engkau melakukan hal ini wahai Rasulullah padahal Allah Ta’ala telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Beliau bersabda , “Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur”. (HR. Muslim no. 2820)

Juga dalam hadits Mughiroh , beliau berkata “Pernah Rasulullah berdiri sangat lama (dalam sholat) hingga ke dua kaki beliau membengkak”. Kemudian ada seseorang yang berkata kepada beliau “Bukankah Allah Ta’ala telah mengampuni dosa dosamu yang telah lalu dan akan datang?” Beliau bersabda, “Apakah aku tidak boleh menjadi seorang hamba yang bersyukur”.

Begitulah para pembaca yang mulia keadaan dan ibadah uswah (teladan) kita. Alangkah indahnya bait sair ini,

“Tidur nyenyak memalingkan dari kehiduan yang terbaik.

Bersama para bidadari di dalam kamar-kamar peraduan surga.

Engkau akan hidup selama-lamanya tiada kematian padanya.

Hidup penuh kenikmatan di dalam surga bersama bidadari yang baik hati.

Bangunlah dari tidurmu, sesungguhnya tahajjud dengan membaca Al-Qur’an lebih baik dari pada tidurmu”

2. Keutamaan sholat malam yang lainnya adalah, bahwa sholat malam itu termasuk sebab di tinggikannya derajat seorang hamba di dalam kamar-kamar surga. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Malik Al-Asy’ari , bahwa Nabi bersabda,

“Sesungguhnya di dalam surga terdapat kamar-kamar yang nampak bagian luarnya dari dalamnya, dan tampak bagian dalamnya dari luarnya. Allah Ta’ala telah menjadikan kamar-kamar tersebut bagi orang orang yang memberi makan, melembutkan suara, memperbanyak puasa dan mengerjakan sholat malam ketika orang sedang lelap tidur”. (HR Ahmad V/243)

3. Keutamaan sholat malam lainnya adalah, orang yang telah menegakkan sholat malam adalah orang-orang yang telah berbuat ihsan dan berhak mendapatkan rahmat yang besar dari Allah Ta’ala dan surga-Nya. Karena mereka itu adalah, “Orang-orang yang sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir akhir malam meraka memohon ampunan kepada Allah Ta’ala” (Q.S Adz-Dzariyat: 16-18).

4. Keutamaan sholat malam yang lainnya adalah, Allah Ta’ala memuji orang-orang yang selalu menjaga sholat malam dalam kelompok para hamb-hamba yang berbakti dan beriman. Allah Ta’ala menyatakan tentang hamba-hamba yang mulia ini, “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka” (QS. Al-Furqan: 64).

5. Keutamaan tahajjud yang lainnya, mereka dipersaksikan sebagai orang yang memiliki keimanan yang sempurna. Allah Ta’ala mengatakan, “Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat Kami itu mereka segera bersujud, seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan tidak pula mereka menyombongkan diri. Lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan” (QS. As-Sajdah: 15-16).

6. Keutamaan sholat malam yang lainnya adalah, orang-orang yang biasa sholat malam adalah orang-orang yang “didengki” (patut membuat kita iri hati kepada mereka yang mengerjakannya karena kebaikan mereka) karena agungnya pahala yang didapat. Pahala tersebut lebih baik dari pada dunia dan seisinya berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Umar , bahwa Rasulullah ,“Tidak boleh hasad kecuali 2 golongan manusia, yaitu orang yang telah Allah Ta’ala beri Al-Qur’an lalu dia membacanya di malam dan siang hari; dan seorang yang telah Allah Ta’ala beri harta lalu dia infaqkan di malam dan siang hari” (HR. Muslim).

Dan masih banyak lagi keutamaan yang lainnya.

Pembahasan selanjutnya adalah waktu yang paling utama mengerjakan sholat malam.

Pada asalnya sholat malam boleh dikerjakan di awal waktu malam, di pertengahannya, atau bisa juga dilaksanakan pada akhir waktu malam; dan ini merupakan kemudahan dalam beribadah. Jadi seseorang bisa mengerjakan sholat malam sesuai dengan kemampuannya, dan yang mudah baginya. Akan tetapi waktu yang paling utama untuk mengerjakan sholat malam adalah waktu seper tiga malam terakhir, berdasarkan hadits ‘Amr bin Abasah , bahwa dia pernah mendengar Nabi bersabda,

“Sedekat-dekatnya seorang hamba dengan Robbnya adalah dibagian malam yang terakhir. Jika kamu sanggup untuk berdzikir di waktu-waktu itu maka lakukanlah” (HR. Tirmidzi).

Kemudian masuk pada jumlah rekaatnya

Pada asalnya jumlah reka’at sholat malam itu tidak terbatasi, berdasarkan sabda Nabi ,

“Shalat malam itu dikerjakan dua raka’at dua raka’at…”

Akan tetapi paling utamanya adalah 11 atau 13 reka’at. Hal ini berdasarkan perbuatan sang uswatun hasanah Nabi Muhammad .

Adab adab sholat malam

1. Sebelum tidur hendaknya seorang berniat untuk mengerjakan sholat malam. Dengan tidurnya tersebut ia berniat untuk menambah kekuatan dalam menjalankan ketaatan agar dia mendapatkan pahala dengan tidurnya tersebut. Berdasarkan sabda Nabi,

“Tidaklah seorang yang biasa mengerjakan sholat malam kemudian dia tidur,melainkan Allah Ta’ala akan catat baginya pahala sholat, dan tidurnya dianggap sebagai sedekah baginya” (HR. An-Nasa’i).

2. Adab ke dua, mengusap wajahnya ketika bangun dari tidurnya lalu berdzikir kepada Allah Ta’ala dan bersiwak kemudian mengucapkan,

“Tiada sesembahan yang berhak diibadahi secara haq kecuali Allah Ta’ala yang esa tiada sekutu bagiNya. MilikNya-lah kerajaan dan segala puji dan Dia maha kuasa atas segala sesuatu. Maha Suci Allah Ta’ala segala puji hanya milikNya tiada sesembahan yang berhak di ibadahi selain Dia Allah Ta’ala maha besar tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah Ta’ala Allah Ta’ala yang maha tinggi dan maha agung wahai Robbku ampunilah aku”.

3. Adab yang ke tiga, memulai tahajjudnya dengan 2 reka’at yang singkat, berdasarkan hadits Abu Hurairoh , bahwa Rasulullah bersabda, “Jika salah seorang dari kalian bangun di malam hari, maka hendaklah dia memulai sholatnya dengan dua reka’at yang singkat” (HR. Muslim).

4. Adab yang ke empat, disunnahkan sholat malam dikerjakan di rumah, berdasarkan sabda Nabi ,

“Sesungguhnya sebaik-baik sholat adalah di rumah, kecuali sholat wajib”.

Dan juga sholat tarwih afdholnya di kerjakan di masjid dengan berjama’ah. Dan masih banyak lagi adab adab yang lain, yang Insya Allah akan kita sampaikan pada lain kesempatan. Semoga bermanfa’at.

Wallahu Ta’ala a’lamu bish showab.

Sumber: http://salafiyunpad.wordpress.com/2011/06/04/dahsyatnya-tahajjud/

Jumat, Juni 03, 2011

Ketika Bahagia dan Celaka Telah Ditentukan

Sesungguhnya, seorang anak Adam, telah ditentukan oleh Allah, akan dimasukkan ke Surga atau Neraka jauh sebelum mereka dilahirkan, sebagaimana terdapat dalam hadits,

Allah menciptakan Adam, lalu ditepuk pundak kanannya kemudian keluarlah keturunan yang putih, mereka seperti susu. Kemudian ditepuk pundak yang kirinya lalu keluarlah keturunan yang hitam, mereka seperti arang.. Allah berfriman, ‘Mereka (yang seperti susu -pen) akan masuk ke dalam surga sedangkan Aku tidak peduli dan mereka (yang seperti arang-pen) akan masuk ke neraka sedangkan Aku tidak peduli.’” (Shahih; HR. Ahmad, ath-Thabrani dallam Al-Mu’jamul Kabir dan Ibnu Asakir, lihat Shahihul Jami’ no: 3233)

Dari Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang membawa tongkat sambil digores-goreskan ke tanah seraya bersabda,

‘Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali telah ditetapkan tempat duduknya di neraka atau pun surga.’ (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah mengetahui bahwa seseorang telah ditentukan akan dimasukkan ke surga atau neraka, tentu akan timbul pertanyaan dan kesimpulan berdasarkan akal logika manusia yang lemah, “Kalau begitu buat apa kita beramal. Nanti udah capek-capek ibadah ternyata masuk neraka” atau perkataan semisal itu.

Pertanyaan semisal ini pun banyak ditanyakan oleh para sahabat di berbagai kesempatan. Salah satunya adalah pertanyaan seorang sahabat ketika mendengar pernyataan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali telah ditetapkan tempat duduknya di neraka atau pun surga.’

Maka para sahabat bertanya, ‘”Wahai Rasulullah, kalau begitu apakah kami tinggalkan amal shalih dan bersandar dengan apa yang telah dituliskan untuk kami (ittikal)?”‘ (maksudnya pasrah saja tidak melakukan suatu usaha – pen)

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ ، أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ .ثُمَّ قَرَأَ ( فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى * وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ). الآية

Beramallah kalian! Sebab semuanya telah dimudahkan terhadap apa yang diciptakan untuknya. Adapun orang-orang yang bahagia, maka mereka akan mudah untuk mengamalkan amalan yang menyebabkan menjadi orang bahagia. Dan mereka yang celaka, akan mudah mengamalkan amalan yang menyebabkannya menjadi orang yang celaka” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah, “Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (HR. Bukhari, kitab at-Tafsir dan Muslim, kitab al-Qadar)

Contoh lain adalah ketika sahabat Umar bin Khaththab bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وسأله عمر هل نعمل في شئ نستأنفه ام في شئ قد فرغ منه قال بل في شئ قد فرغ منه قال ففيم العمل قال يا عمر لا يدرك ذلك إلا بالعمل قال إذا نجتهد يا رسول الله

Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

Umar: Apakah amal yang kita lakukan itu kita sendiri yang memulai (belum ditakdirkan) ataukah amal yang sudah selesai ditentukan takdirnya?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Bahkan amal itu telah selesai ditentukan taqdirnya.”

Umar: Jika demikian, untuk apa amal?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Umar, orang tidak tahu hal itu, kecuali setelah beramal.”

Umar: Jika demikian, kami akan bersungguh-sungguh, wahai Rasulullah!

(Riwayat ini disebutkan oleh al-Bazzar dalam Musnadnya no. 168 dan Penulis Kanzul Ummal, no. 1583).

Sementara apa yang dilakukan sebagian orang dengan alasan ketetapan tersebut, kemudian mereka pasrah bahkan kemudian bermudah-mudah, bahkan melegalkan perbuatan maksiat maka hal ini tidak dibenarkan. Mereka yang melakukan ini beranggapan, bahwa mereka berbuat maksiat tersebut karena sudah ditetapkan, karena itu mereka tidak berdosa. Sungguh pendapat ini sangat jauh dari kebenaran.

Untuk menjawab kerancuan ini, bahwa seseorang ketika melakukan sesuatu, dia dihadapkan pada pilihan; melakukannya ataukah membatalkannya. Sementara saat menghadapi pilihan tersebut, ia tidak tahu apakah ia ditakdirkan melakukan kemaksiatan ataukah ketaatan. Kemudian, ketika ia memilih melakukan kemaksiatan, itu merupakan pilihannya namun keduanya terjadi berdasarkan takdir dari Allah. Lain halnya dengan orang yang dipaksa melakukan pelanggaran, ia tidak dihukum disebabkan melakukan pelanggaran tersebut, karena ia dipaksa melakukannya, bukan berdasarkan pilihannya sendiri.

Jawaban lain bagi orang yang menjadikan takdir Allah sebagai pembenaran maksiat yang dilakukannya adalah sebagaimana yang dicontohkan oleh syaikh Utsaimin, bahwa ketika terjadi kasus semacam ini, kita katakan kepadanya, “Engkau menyatakan bahwa Allah telah mentakdirkanmu untuk melakukan maksiat sehingga engkau melakukannya, mengapa engkau tidak menyatakan sebaliknya, bahwa Allah mentakdirkanmu untuk melakukan ketaatan, sehingga engkau mentaati-Nya, sebab perkara takdir adalah perkara yang sangat rahasia, tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah ta’ala saja. Kita tidak tahu apa yang Allah tetapkan dan takdirkan itu melainkan setelah kejadiannya. Mengapa tidak engkau hentikan saja kemaksiatan itu, lalu engkau melakukan yang sebaliknya (ketaatan) dan setelah itu engkau katakan bawah hal ini aku lakukan dengan sebab takdir Allah.” (Syarah Hadits Arba’in)

Ini sebagaimana seseorang yang lapar, tentu orang itu tidak akan diam saja agar kenyang. Tetapi ia akan berusaha untuk menghilangkan rasa laparnya itu dengan makan. Tidak mungkin ia menunggu saja hanya karena ia yakin sudah ditakdirkan akan kenyang. Demikianlah, karena seseorang tidak tahu apakah yang akan terjadi atau yang telah ditetapkan untuknya. Namun orang tersebut tentu tahu, agar kenyang atau hilang rasa laparnya ia harus makan. Demikian pula seorang mukmin, ia tahu bahwa untuk masuk surga maka ia harus berbuat ketaatan kepada Allah.

Wallahu a’lam bi showab

***

Artikel muslimah.or.id

Penulis: Ummu Ziyad

Muroja’ah: Ust Ammi Nur Baits

Maraji’:

  • Syarah Hadits Arba’in, Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin, Pustaka Ibnu Katsir
  • Fatawa Rasulullah, Anda Bertanya Rasulullah Menjawab, Ibnul Qayyim,Tahqiq dan Ta’liq Syaikh Qasim ar-Rifa’i, Pustaka As-Sunnah
  • Shahih Ensiklopedi Hadits Qudsi, Syaikh Nashiruddin al-Albani, Duta Ilmu
  • Tamasya ke Surga, Ibnu Qayyim, Pustaka Arafah
http://www.facebook.com/notes/moslem-channel/ketika-bahagia-dan-celaka-telah-ditentukan/10150205331792226