Sabtu, Januari 21, 2012

Perempuan Cahaya...

Engkaulah perempuan cahaya..

Ibadahmu tercurah atasNya. Kau tutup auratmu demi kesungguhan penghambaanmu terhadapNya. Bukan hanya sebagai pemanis dirimu saja,bukan hanya sebagai trend semata,bukan hanya karna takut dis ebut Kuper.

Kau sangat anggun dengan jilbabmu,tanpa harus mengikat krudungmu ke leher sampai engkau sulit bernafas. Kau sangat cantik dengan jilbab mu yang tergerai indah,tapa harus menonjolkan auratmu. Kau sangat indah,tanpa harus kau perlihatkan pada dunia keindahan tubuhmu.

Engkaulah Perempuan Cahaya..

Patuhmu terhadap Sang Kekasih,kau aplikasikan terhadap suamimu.

Kau balut kepatuhanmu dengan kesantunan. Kau hilangkan rasa malu ketika berduaan dengan suamimu,tapi kau bungkus dirimu dengan rasa malu ketika kau keluar rumah.

Sungguh,kepatuhanmu selain ibadahmu adalh pengantarmu untuk menghadap Sang Kekasih sejati.

Engkau lah perempuan cahaya..

Penghambaan terhadap Sang Maha Penyayang,kau tunjukkan dengan kasih sayangmu terhadap sesama.

Sedekah mu tak pernah kau ingkar. Tutur katamu selalu teruntaikan nasehat. Bahasamu penuh kelembutan tapi kokoh bagai karang. Gerakmu kau pastikan untuk kemanfaatan. Matamu tertuju pada kebenebaran.

Sungguh hatimu pun telah terisi penuh penghambaan terhadapNya.

Engkaulah Perempuan Cahaya..

Sikap berserah membuatmu senantiasa tercerah,penuh cahaya keindahan. Sikap bersandar padaNya senantiasa membuatmu tersadar,tak akan selamanya kau hidup di dunia.

Keyakinanmu melahirkan sikap yang senantiasa menyadari bahwa hanya Dia yang kekal,sedangkan dirimu dan alam ini terus menerus berubah atas kehendakNya.

Engkaulah Perempuan Cahaya..

Kau jaga keimananmu dengan air mata pengharapan. Kau kerap takut terlalaikan akan kebahagiaan yang terhampar di depanmu. Kau kerap menggigil saat hatimu di terobos nafsu syetan,nafsu selalu terhenti untuk menikamti segala yang semu dan palsu.

Sungguh,kau jaga keimananmu meski air matamu telah mengering.
 
http://www.facebook.com/pages/Bukan-Muslimah-Biasa/111818832202075 

MOTIVASI UNTUK DAPAT ISTIQOMAH DENGAN AL QU'RAN

Sahabat yang dirahmati Allah,

Betapa nikmatnya manakala kita telah mampu istiqomah berinteraksi dengan Al Qu'ran. Nikmat membaca kalam - kalam NYA , nikmatnya merasakan seakan-akan kita berbicara dengan NYA, nikmat merasakan Al Qur'an mampu memberikan ruh dan petunjuk dalam tiap langkah kehidupan kita , nikmatnya Al Qur'an menjadi petunjuk pembeda antara yang haq dan yang batil, serta nikmat syafaat kelak bagi sesiapa yang ikhlas senantiasa membaca & bersahabat dengan AL Qur'an. (Insya Allah)



Untuk memulai langkah mencintai Al Qur'an . Berikut upaya-upaya jiwa untuk mampu senantiasa bersahabat dengan nya :



I MENDAMBAKAN AL QUR'AN SEBAGAI KENIKMATAN SEPERTI KITA MENDAMBAKAN HARTA


“Tidak boleh iri kecuali dalam dua kenikmatan: seseorang yang diberi Al-Qur’an oleh Allah kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang, dan orang yang diberi harta oleh Allah lalu ia membelanjakannya di jalan Allah sepanjang malam dan siang.” (Muttafaqun ‘alaih)


Melihat orang yang hartanya berlimpah tentu membuat kitapun mendambakannya. Hal itu lumrah dan fitrah sekaligus fitnah bagi manusia. Tetapi percayalah bahwa keimanan yang baik tidak saja menjadikan manusia memimpikan kepemilikan dunia tetapi juga memimpikan dan menginginkan akhirat. Dengan iman, ketika melihat orang lain yang memiliki kelebihan dalam urusan akhiratnya - misalnya sangat baik interaksinya dengan Al-Qur’an, hafalannya banyak, rajin beribadah, serta banyak kontribusinya dalam dakwah - maka kita pun sangat mendambakannya.


Itulah ghibthah, menginginkan kenikmatan orang lain tanpa membenci dan mengharapkan hilangnya nikmat dari orang tersebut.



Berikut ini beberapa perasaan yang harus menjadi pertanyaan dan perhatian kita:


1. Adakah perasaan iri (ghibthah) dalam diri kita ketika melihat saudara kita memiliki kemampuan berinteraksi dengan Al-Qur’an yang lebih baik? Ataukah hanya iri dan menginginkan sesuatu yang terkait dengan harta yang dimiliki saudara kita, tapi untuk Al-Qur’an hati kita adem ayem saja?


Jika demikian adanya, itulah bukti lemahnya syu’ur Qur’ani (perasaan ingin membangkitkan diri dengan Al-Qur’an). Para salafush shalih selalu berkompetisi dalam hal interaksi dengan Al-Qur’an dan hal ukhrawi. Telah menjadi tabiat manusia untuk berkompetisi, dan jika tidak diarahkan maka kompetisi tersebut akan cenderung ke hal-hal duniawi seperti harta, jabatan dan lawan jenis.


2. Rasulullah Saw menjanjikan bahwa setiap orang beriman yang bersahabat akrab dengan Al-Qur’an dijamin akan mendapat syafa’at dari Al-Qur’an: “Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafa’at bagi orang-orang yang bersahabat dengannya.” (HR. Muslim).

Tanyakan pada diri kita masing-masing, sudahkan kita menjadi sahabat akrab Al-Qur’an? Benarkah di akhirat nanti kita berharap akan mendapat syafa’at dari Al-Qur’an? Alangkah sengsaranya kita bila di akhirat tanpa syafa’at, karena “…Tidak ada yang dapat memberi syafa’at kecuali atas seizin Allah…” (QS Al-Baqarah [2]:255)


3. Kualitas iman kita diukur dengan sejauh mana kualitas dan kuantitas interaksi kita dengan Al-Qur’an. Apakah kita masa bodoh dan tidak merasa sedih jika dalam sebulan tidak khatam Al-Qur’an? Adakah perasaan sedih jika kita tidak punya hafalan ayat-ayat Al-Qur’an? Sedihkah kita karena awam dengan kandungan dan makna Al-Qur’an? Jika belum, dikhawatirkan bahwa kitalah yang disebut Rasulullah yang menjadikan Al-Qur’an sebagai mahjuran.


“Berkatalah Rasul: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an itu sesuatu yang diabaikan.’ “ (QS Al-Furqan [25]:30)


4. Pernahkah kita menghitung tentang berapa banyak informasi tentang hal-hal yang bersifat duniawi yang ada di kepala kita dibandingkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an? Jika tentang Al-Qur’an lebih banyak maka bersyukurlah, jika tidak maka bertaubatlah kepada Allah Swt dan segera upayakan untuk kembali kepada Al-Qur’an agar tidak dikecam Allah Swt:

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang tentang (kehidupan) akhirat mereka lalai.”


5. Sabda Rasulullah Saw: “Barangsiapa yang belajar Al-Qur’an dan mengamalkannya akan diberikan kepada orang tuanya pada hari kiamat mahkota yang cahanya lebih indah daripada cahaya matahari. Kedua orang tua itu akan berkata, ‘Mengapa kami diberi ini?’ Maka dijawab, ‘Karena anakmu yang telah mempelajari Al-Qur’an’ “ (HR Abu Dawud, Ahmad dan Hakim)


Tidakkah hadits tersebut menggugah kita sebagai orang tua untuk memberi perhatian yang lebih pada anak dalam hal pendidikan Al-Qur’annya? Bagaimana mungkin seorang anak dapat mencintai Allah Swt kalau tidak dapat menikmati shalat dengan baik?

Bagaimana mungkin dapat shalat dengan baik kalau kemampuannya dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an, khususnya hafalan, lemah dan terbatas? Jangan sampai kita hanya kecewa bila anak tak mampu berbahasa Inggris atau menggunakan komputer tetapi santai saja dengan keterbatasannya dengan Al-Qur’an.


Isi Al-Qur’an sesungguhnya menjelaskan bagaimana semua urusan dunia itu bisa mengantarkan manusia kepada suksesnya urusan akhirat. Kita, memang tidak ingin menjadi orang yang dekat dengan Al-Qur’an hanya secara huruf-hurufnya saja tetapi jauh dari dari ruh Al-Qur’an itu sendiri, Insya Allah




II. MERAYU ( MEMOTIVASI) DIRI/JIWA SENDIRI AGAR MENCINTAI AL QUR'AN



“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku” (QS Al-Fajr [89]:27-30)


Ungkapan lembut tersebut adalah rayuan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang juga disertai ajakan yang provokatif. Bagaimana mungkin kita tidak tergiur dengan rayuan semacam itu?


Kita bisa bekerja dengan keras saat jiwa kita sedang asyik dengan Al-Qur’an. Tetapi di saat yang lain, kita mungkin mengalami kondisi keengganan yang besar, jangankan disuruh menghafal, sekedar melihat mushaf pun sangat tidak siap. Untuk kondisi seperti itu, kita perlu merayu diri sendiri, merenungi kehidupan diri kita sendiri sambil mencari bahasa apa yang dapat membangkitkan energi kita untuk kembali bekerja: meraih cita-cita hidup bersama Al-Qur’an.



Berbagai permasalahan umum pada diri kita saat berinteraksi dengan Al-Qur’an antara lain:


1. Kita sadar sepenuhnya bahwa tilawah setiap hari adalah keharusan, tetapi jiwa kita belum siap untuk komitmen secara rutin sehingga dalam sebulan, begitu banyak hari-hari yang terlewatkan tanpa tilawah Al-Qur’an.


2. Kita paham bahwa menghafal Al-Qur’an adalah kemuliaan yang besar manfaatnya, tetapi jiwa kita belum siap untuk meraihnya dengan mujahadah.


3. Kita sadar bahwa masih banyak ayat yang belum kita pahami, namun jiwa kita tidak siap untuk melakukan berbagai langkah standar minimal untuk dapat memahami isi Al-Qur’an.


4. Kita sadar bahwa mengajarkan Al-Qur’an sangat besar fadhillahnya, tetapi karena minimnya apresiasi dan penghargaan ummat terhadap para pengajar Al-Qur’an maka sangat sedikit yang siap menjadi pengajar Al-Qur’an.


5. Kita paham bahwa shalat yang baik - khususnya shalat malam - adalah shalat yang panjang dan sebenarnya kita mampu membaca sekian banyak ayat, namun jiwa kita kadang tidak tertarik terhadap besarnya fadhillah membaca Al-Qur’an di dalam shalat.


6. Kita sadar bahwa dakwah dijamin oleh nash Al-Qur’an dan Allah Swt akan memberikan kemenangan, namun jiwa kita tidak sabar dengan prosesnya yang panjang sehingga cenderung meninggalkan atau lari dari medan dakwah.


7. Kita paham betul bahwa banyak keutamaan di dunia dan akhirat bagi manusia yang berinteraksi dengan Al-Qur’an, tetapi fadhillah tersebut hanya menjadi pengetahuan, tidak mampu menghasilkan energi yang besar untuk beristiqamah dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.


8. Kita paham dengan sangat jelas bahwa semua tokoh Islam di atas bumi ini adalah orang-orang yang telah berhasil dengan ilmu Al-Qur’an dan merekapun menguasai kehidupan dunia, namun jiwa kita enggan mempersiapkan generasi mendatang yang hidupnya berada di bawah naungan Al-Qur’an.




Jangan pernah berhenti untuk merayu diri agar segera bangkit. Tanyakanlah pada diri kita:


1. Wahai diri, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Mengaku cinta kepada Allah Swt tetapi tidak merasa senang berinteraksi dengan Kalam-Nya. Bukankah ketika manusia cinta dengan manusia lain, ia menjadi senang membaca suratnya bahkan berulang-ulang? Mengapa kamu begitu berat dan enggan untuk hidup dengan wahyu Allah Swt?

Adakah jaminan bahwa kamu mendapat pahala gratis tanpa beramal shalih? Dengan apa lagi kamu mampu meraih pahala Allah Swt? Infak cuma sedikit, jihad belum siap, kalau tidak dengan Al-Qur’an, dengan apa lagi?


2. Wahai jiwaku, siapa yang menjamin keamanan dirimu saat gentingnya suasana akhirat? Padahal Rasulullah Saw menjamin bahwa Allah Swt akan memberikan keamanan bagi manusia yang rajin berinteraksi dengan Al-Qur’an, mulai dari sakaratul maut hingga saat melewati shirat.


3. Wahai jiwaku, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Dengan nikmat-Nya yang demikian banyak, yang diminta maupun tidak, tidakkah kamu bersyukur kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an?


4. Wahai jiwaku, sadarkah kamu ketika Allah Swt dan Rasulnya mengajak dirimu memperbanyak hidup bersama Al-Qur’an? Untuk siapakah manfaat amal tersebut? Apakah kamu mengira bahwa dengan banyak membaca Al-Qur’an maka kemuliaan Allah dan Rasul-Nya menjadi bertambah? Dan sebaliknya, jika kamu tidak membaca Al-Qur’an, kemuliaan itu berkurang? Sekali-kali tidak. Semua yang kita baca dan lakukan, kitalah yang paling banyak mendapatkan manfaatnya.


5. Wahai jiwa, tidakkah kamu merasa khawatir dengan dirimu sendiri? Selama ini hidup tanpa al-Qur’an, jatah usia makin sedikit, tabungan amal shalih masih sedikit, jaminan masuk surga tak ada di tangan. Sampai saat ini belum mampu tilawah rutin satu juz per hari, jangan-jangan Al-Qur’anlah yang tidak mau bersama dirimu karena begitu kotornya dirimu sehingga Al-Qur’an selalu menjauh dari dirimu.


6. Wahai jiwa, tidakkah engkau tergiur untuk mengikuti kehidupan Rasulullah Saw dan para sahabat serta tabiin yang menjadi kenangan sejarah sepanjang zaman dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an? Jika hari ini kamu masih enggan berinteraksi dengan Al-Qur’an apa yang akan dikenang oleh generasi yang akan datang tentang dirimu?


Ungkapan di atas adalah perenungan bagi setiap jiwa, agar hidup kita tidak berlalu begitu saja tanpa makna...


“….Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-nya kepadamu supaya kamu berpikir. Tentang dunia dan akhirat…” (QS Al-Baqarah [2]: 219-220)



Semoga Allah memberi kemampuan bagi kita semua ...
Aamiin yaa Robbal Alamiin,,




oleh : Ust. Abdul Aziz Abdul Rauf, Lc, Al-Hafidz
Wallahu'alam

http://www.facebook.com/photo.php?fbid=265426910190675&set=a.265426080190758.62637.153300751403292&type=3&theater

Jumat, Januari 13, 2012

Jangan Duakan Aku!

Bismillahirrahmanirrahim…
“Mana ada wanita yang mau diduakan? ngerasa dikhianati.” Aku menangis tersedu di pundak sahabatku.
“Sabar..sabar,” kata sahabatku enteng.
“Ah..kamu enak bilang sabar, nggak ngerasain apa yang sedang aku rasakan sekarang!”
Sahabatku tersenyum penuh arti,”paling nggak enak memang kalau diduakan, merasa dikhianati, merasa dibohongi, merasa dibodohi, dan merasa-merasa yang lainnya. Kamu berpikir seperti itu karena diduakan pacar kamu, pernah nggak kamu berpikir kalau kamu telah menduakan Dzat yang menciptakan wajahmu sehingga kamu disukai  karena kecantikanmu?”
Tiba-tiba saja air mataku terhenti, berganti dengan keterpanaan atas ucapan sahabatku.
***
Saat kita diduakan oleh pasangan, kita merasa dikhianati. Tapi kita tidak menyadari bahwa kita sedang menduakan-Nya, bukankah berarti kita sedang mengkhianati-Nya?
Disadari atau tidak, banyak dari kita yang lupa bahwa kita lebih mementingkan makhluk-Nya daripada Penciptanya. Bahkan kita sering kali lebih mencintai apa yang tampak dihadapan kita seperti harta, tahta juga pasangan kita.
Memang tidaklah mudah melepaskan diri dari keterikatan hati pada sesuatu yang kita cintai, kita bahkan sering memenuhi pikiran dan perasaan kita dengannya. Namun, bukan lagi sebuah pilihan tapi menjadi sebuah keharusan ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadi yang pertama dan terbesar di hati kita.
“Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al Baqarah [2] : 165)
Sungguh, sangat disayangkan jikalau kita lupa akan cinta Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada kita, karena mata dan hati kita telah ditutupi kecintaan pada makhluk-Nya. Kita membutakan diri dari cinta-Nya dan jatuh cinta pada penghambaan kepada dunia,padahal jelaslah apa yang ada di dunia ini tidaklah kekal sedangkan kita justru menjauihi kenikmatan yang kekal.
Bagaimana kalbu akan bersinar dengan cinta-Nya sedangkan gambaran cinta pada harta, tahta, apalagi pasangan melekat erat di hati? Kita tak pernah mau diduakan, tak pernah mau dikhianati, tapi bagaimana mungkin hati bisa dengan mudah berkhianat dan menduakan-Nya?
Namun sadarkah kita? Ketika kita sibuk mencintai pasangan kita dan lupa akan cinta Allah, Allah Subhanahu Wa Ta’ala tak pernah berpaling sedikit pun atau lupa memberikan cinta-Nya pada kita. Bukankah ini tidak adil? Masih kah kita terus menuntut keadilan pada Allah Azza Wa Jalla sedangkan kita masih tidak mampu adil pada-Nya?
Benarlah, bahwa kita memang tidak mampu melepaskan cinta pada makhluk-Nya terlebih pada pasangan kita, tapi bukan berarti kita jadi melupakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Alangkah menyenangkannya jika kecintaan kita pada pasangan  karena kecintaan kita yang teramat sangat pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Orang-orang yang mencintai karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengaplikasikan cintanya untuk orang yang dia kasihi dengan perbuatan dan perilaku menuju sebuah kebenaran bukan pada sebuah kemaksiatan, seperti yang sering kita lihat, mengaku mencintai karena Allah namun khalwat terus berjalan.
Sahabat BMB, mari kita buka mata dan hati kita. Jangan duakan Dia dengan cinta selain-Nya, karena kita pun sebagai manusia enggan diduakan apalagi merasa dikhianati. Jadilah orang yang berpikir cerdas, yang berusaha memperoleh puncak kesadaran dan kearifan hidup. Tidak pernah mau berpaling dari-Nya, sebab kita sangat membutuhkan-Nya. Bersama-Nya kita akan makin memahami arti cinta sesungguhnya.